TIPS HIDUP SEHAT
Hidup sehat adalah dambaan bagi setiap orang, tak jarang banyak orang berusaha untuk menerapkan pola hidup sehat, karena tidak sedikit banyak orang yang dalam usia muda telah mengidap banyak penyakit. Tampaknya pepatah “ lebih baik mencegah daripada mengobati “ sepertinya harus benar-benar kita pahami, dikarenakan apabila penyakit telah ada dalam diri kita maka mau atau tidak mau kita akan mengeluarkan biaya yang besar untuk proses penyembuhan penyakit tersebut.
Tips-tips untuk hidup sehat :
1.Hindari minuman yang bersoda
2.Hindari kopi apapun bentuknya
3.Hindari memakan roti bakar, roti yang dibakar dengan proses menggunakan arang kecuali bila prosesnya dengan menggunakan alat pemanggang listrik.
Berolahragalah secara teratur setiap hari.
Jumat, 08 Januari 2010
Kamis, 07 Januari 2010
Rangkuman Pengantar Ekonomi Pembangunan
BAB 11
PEMBANGUNAN DAERAH
1. Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yaitu proses yang mencakup pembentukan instiuisi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahan-perusahan baru.
2. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Daerah
Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah pertama-tama perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik daerah itu sendiri, termasuk interaksinya dengan daerah lain. Dengan demikian tidak ada strategi pembangunan ekonomi daerah yang dapat berlaku untuk semua daerah. Namun di pihak lain, dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi daerah, baik jangka pendek maupun jangka panjang, pemahaman mengenai teori pertumbuhan ekonomi wilayah, yang dirangkum dari kajian terhadap pola-pola pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah, merupakan satu faktor yang cukup menentukan kualitas rencana pembangunan ekonomi daerah.
Keinginan kuat dari pemerintah daerah untuk membuat strategi pengembangan ekonomi daerah dapat membuat masyarakat ikut serta membentuk bangun ekonomi daerah yang dicita-citakan. Dengan pembangunan ekonomi daerah yang terencana, pembayar pajak dan penanam modal juga dapat tergerak untuk mengupayakan peningkatan ekonomi. Kebijakan pertanian yang mantap, misalnya, akan membuat pengusaha dapat melihat ada peluang untuk peningkatan produksi pertanian dan perluasan ekspor. Dengan peningkatan efisiensi pola kerja pemerintahan dalam pembangunan, sebagai bagian dari perencanaan pembangunan, pengusaha dapat mengantisipasi bahwa pajak dan retribusi tidak naik, sehingga tersedia lebih banyak modal bagi pembangunan ekonomi daerah pada tahun depan. Pembangunan ekonomi daerah perlu memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang terhadap isu-isu ekonomi daerah yang dihadapi, dan perlu mengkoreksi kebijakan yang keliru. Pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian dari pembangunan daerah secara menyeluruh. Dua prinsip dasar pengembangan ekonomi daerah yang perlu diperhatikan adalah (1) mengenali ekonomi wilayah dan (2) merumuskan manajemen pembangunan daerah yang pro-bisnis.
I. Mengenali Ekonomi Wilayah
Isu-isu utama dalam perkembangan ekonomi daerah yang perlu dikenali adalah antara lain sebagai berikut.
a. Perkembangan Penduduk dan Urbanisasi
Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama pertumbuhan ekonomi, yang mampu menyebabkan suatu wilayah berubah cepat dari desa pertanian menjadi agropolitan dan selanjutnya menjadi kota besar. Pertumbuhan penduduk terjadi akibat proses pertumbuhan alami dan urbanisasi. Petumbuhan alami penduduk menjadi faktor utama yang berpengaruh pada ekonomi wilayah karena menciptakan kebutuhan akan berbagai barang dan jasa. Penduduk yang bertambah membutuhkan pangan. Rumah tangga baru juga membutuhkan rumah baru atau renovasi rumah lama berikut perabotan, alat-alat rumah tangga dan berbagai produk lain. Dari sini kegiatan pertanian dan industri berkembang. Urbanisasi dilakukan oleh orang-orang muda usia yang pergi mencari pekerjaan di industri atau perusahaan yang jauh dari tempat dimana mereka berasal. Perpindahan ke wilayah lain dari desa atau kota kecil telah menjadi tren dari waktu ke waktu akibat pengaruh dari televisi, perusahaan pengerah tenaga kerja, dan berbagai sumber lainnya. Suatu kajian mengindikasikan bahwa pendidikan berkaitan erat dengan perpindahan ini. Secara umum semakin tinggi tingkat pendidikan maka tingkat perpindahan pun semakin tinggi. Hal ini semakin meningkat dengan semakin majunya telekomunikasi, komputer dan aktivitas high tech lainnya yang memudahkan akses keluar wilayah. Urbanisasi orang-orang muda ini dipandang pelakunya sebagai penyaluran kebutuhan ekonomi mereka namun merupakan peristiwa yang kurang menguntungkan bagi wilayah itu bila terjadi dalam jumlah besar. Untuk mengurangi migrasi keluar ini masyarakat perlu untuk mulai melatih angkatan kerja pada tahun-tahun pertama usia kerja dengan memberikan pekerjaan sambilan, selanjutnya merencanakan masa depan mereka sebagai tenaga dewasa yang suatu saat akan membentuk keluarga. Sebagai dorongan bagi mereka untuk tetap tinggal adalah dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang sesuai. Lembaga pendidikan/pelatihan dan dunia usaha perlu menyadari adanya kebutuhan untuk membangun hubungan kerjasama. Pendidikan mencari cara agar mereka cukup berguna bagi pengusaha lokal dan pengusaha lokal mengandalkan pada pendidikan untuk meningkatkan kemampuan tenaga kerja lokal. Jika metode pendidikan yang ada tidak dapat mengatasi tantangan yang dihadapi, maka ada keperluan untuk mendatangkan tenaga ahli dari wilayah lain untuk memberikan pelatihan yang dapat mensuplai tenaga kerja terampil bagi pengusaha lokal.
b. Sektor Pertanian
Di setiap wilayah berpenduduk selalu terjadi kegiatan pembangunan, namun ada beberapa wilayah yang pembangunannya berjalan di tempat atau bahkan berhenti sama sekali, dan wilayah ini kemudian menjadi wilayah kelas kedua dalam kegiatan ekonomi. Hal ini mengakibatkan penanam modal dan pelaku bisnis keluar dari wilayah tersebut karena wilayah itu dianggap sudah tidak layak lagi untuk dijadikan tempat berusaha. Akibatnya laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu menjadi semakin lambat. Upaya pengembangan sektor agribisnis dapat menolong mengembangkan dan mempromosikan agroindustri di wilayah tertinggal. Program kerjasama dengan pemilik lahan atau pihak pengembang untuk mau meminjamkan lahan yang tidak dibangun atau lahan tidur untuk digunakan sebagai lahan pertanian perlu dikembangkan. Dari jumlah lahan pertanian yang tidak produktif ini dapat diciptakan pendapatan dan lapangan kerja bagi penganggur di perdesaan. Program kerjasama mengatasi keterbatasan modal, mengurangi resiko produksi, memungkinkan petani memakai bahan baku impor dan produk yang dihasilkan dapat mampu bersaing dengan barang impor yang sejenis serta mencarikan dan membuka pasaran yang baru. Faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi dapat berasal dari dalam wilayah maupun dari luar wilayah. Globalisasi adalah faktor luar yang dapat menyebabkan merosotnya kegiatan ekonomi di suatu wilayah. Sebagai contoh, karena kebijakan AFTA, maka di pasaran dapat terjadi kelebihan stok produk pertanian akibat impor dalam jumlah besar dari negara ASEAN yang bisa merusak sistem dan harga pasar lokal. Untuk tetap dapat bersaing, target pemasaran yang baru harus segera ditentukan untuk menyalurkan kelebihan hasil produksi pertanian dari petani lokal. Salah satu strategi yang harus dipelajari adalah bagaimana caranya agar petani setempat dapat mengikuti dan melaksanakan proses produksi sampai ke tingkat penyaluran. Namun daripada bersaing dengan produk impor yang masuk dengan harga murah, akan lebih baik jika petani setempat mengolah komoditi yang spesifik wilayah tersebut dan menjadikannya produk yang bernilai jual tinggi untuk kemudian disebarluaskan di pasaran setempat maupun untuk diekspor.
c. Sektor Pariwisata
Pariwisata memberikan dukungan ekonomi yang kuat terhadap suatu wilayah. Industri ini dapat menghasilkan pendapatan besar bagi ekonomi lokal. Kawasan sepanjang pantai yang bersih dapat menjadi daya tarik wilayah, dan kemudian berlanjut dengan menarik turis dan penduduk ke wilayah tersebut. Sebagai salah satu lokasi rekreasi, kawasan pantai dapat merupakan tempat yang lebih komersial dibandingkan kawasan lain, tergantung karakteristiknya. Sebagai sumber alam yang terbatas, hal penting yang harus diperhatikan adalah wilayah pantai haruslah menjadi aset ekonomi untuk suatu wilayah.
Wisata ekologi memfokuskan pada pemanfaatan lingkungan. Kawasan wisata ekologi merupakan wilayah luas dengan habitat yang masih asli yang dapat memberikan landasan bagi terbentuknya wisata ekologi. Hal ini merupakan peluang unik untuk menarik pasar wisata ekologi. Membangun tempat ini dengan berbagai aktivitas seperti berkuda, surfing, berkemah, memancing dll. akan dapat membantu perluasan pariwisata serta mengurangi kesenjangan akibat pengganguran.Wisata budaya merupakan segmen yang berkembang cepat dari industri pariwisata. Karakter dan pesona dari desa/kota kecil adalah faktor utama dalam menarik turis. Namun kegiatan pariwisata bersifat musiman, sehingga banyak pekerjaan bersifat musiman juga, yang dapat menyebabkan tingginya tingkat pengangguran pada waktu-waktu tertentu. Hal ini menyebabkan ekonomi lokal dapat rentan terhadap perputaran siklus ekonomi. Ekonomi wilayah sebaiknya tidak berbasis satu sektor tertentu. Keaneka-ragaman ekonomi diperlukan untuk mempertahankan lapangan pekerjaan dan untuk menstabilkan ekonomi wilayah. Ekonomi yang beragam lebih mampu bertahan terhadap konjungtur ekonomi.
d. Kualitas Lingkungan
Persepsi atas suatu wilayah, apakah memiliki kualitas hidup yang baik, merupakan hal penting bagi dunia usaha untuk melakukan investasi. Investasi pemerintah daerah yang meningkatkan kualitas hidup masyarakat sangat penting untuk mempertahankan daya saing. Jika masyarakat ingin menarik modal dan investasi, maka haruslah siap untuk memberi perhatian terhadap: keanekaragaman, identitas dan sikap bersahabat. Pengenalan terhadap fasilitas untuk mendorong kualitas hidup yang dapat dinikmati oleh penduduk suatu wilayah dan dapat menarik bagi investor luar perlu dilakukan. Kawasan bersejarah adalah pembentuk kualitas lingkungan yang penting. Pelestarian kawasan bersejarah berkaitan dengan berbagai aspek ekonomi lokal seperti keuangan daerah, permukiman, perdagangan kecil, dan pariwisata dengan menciptakan pekerjaan yang dapat signifikan. Kegiatan ini memberikan kontribusi terhadap kualitas hidup, meningkatkan citra masyarakat dan menarik kegiatan ekonomi yang menghasilkan pendapatan bagi penduduk. Pelestarian kawasan bersejarah memberikan perlindungan kepada warisan budaya dan membuat masyarakat memiliki tempat yang menyenangkan untuk hidup. Investor dan developer umumnya menilai kekuatan wilayah melalui kualitas dan karakter dari wilayahnya, salah satunya adalah terpeliharanya kawasan bersejarah. Selain aset alam dan budaya, sarana umum merupakan penarik kegiatan bisnis yang penting. Untuk melihat dan mengukur tingkat kenyamanan hidup pada suatu wilayah dapat dilihat dari ketersediaan sarana umum di wilayah tersebut. Sarana umum merupakan kerangka utama dari pembangunan ekonomi dan sarana umum ini sangat penting bagi aktivitas masyarakat. Sarana umum yang palling dasar adalah jalan, pelabuhan, pembangkit listrik, sistim pengairan, sarana air bersih, penampungan dan pengolahan sampah dan limbah, sarana pendidikan seperti sekolah, taman bermain, ruang terbuka hijau, sarana ibadah, dan masih banyak fasilitas lainnya yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari masyarakat. Kepadatan, pemanfaatan lahan dan jarak merupakan tiga faktor utama dalam pengembangan sarana umum yang efektif. Semakin padat dan rapat penduduk, biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan sarana umum jauh lebih murah jika dilihat daya tampung per unitnya. Pola pembangunan yang padat, kompak dan teratur, berbiaya lebih murah daripada pembangunan yang linier atau terpencar-pencar. Semakin efisien biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan dan pengadaan sarana umum maka akan semakin memperkokoh dan memperkuat pembangunan ekonomi wilayah tersebut. Sarana umum yang baru perlu dibangun sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Idealnya fasilitas sarana umum yang ada harus dapat menampung sesuai dengan kapasitas maksimalnya, sehingga dapat memberikan waktu untuk dapat membangun sarana umum yang baru. Penggunaan lahan dan sarana umum haruslah saling berkaitan satu sama lainnya. Perencana pembangunan seharusnya dapat memprediksikan arah pembangunan yang akan berlangsung sehingga dapat dibuat sarana umum yang baru untuk menunjang kegiatan masyarakat pada wilayah tersebut. Penyediaan sarana dapat juga dilakukan dengan memberikan potongan pajak dan ongkos kompensasi berupa pengelolaan sarana umum kepada sektor swasta yang bersedia membangun fasilitas umum. Wilayah pinggiran biasanya memiliki karakter sebagai wilayah yang tidak direncanakan, berkepadatan rendah dan tergantung sekali keberadaannya pada penggunaan lahan yang ada. Tempat seperti ini akan membuat penyediaan sarana umum menjadi sangat mahal. Dalam suatu wilayah antara kota, desa dan tempat-tempat lainnya harus ada satu kesatuan. Pemerintah daerah perlu mengenali pola pengadaan sarana umum di suatu wilayah yang efektif, baik di wilayah lama maupun di wilayah pinggiran.
e. Keterkaitan Wilayah dan Aglomerasi
Kemampuan wilayah untuk mengefisienkan pergerakan orang, barang dan jasa adalah komponen pembangunan ekonomi yang penting. Suatu wilayah perlu memiliki akses transportasi menuju pasar secara lancar. Jalur jalan yang menghubungkan suatu wilayah dengan kota-kota lebih besar merupakan prasarana utama bagi pengembangan ekonomi wilayah. Pelabuhan laut dan udara berpotensi untuk meningkatkan hubungan transportasi selanjutnya. Pemeliharaan jaringan jalan, perluasan jalur udara, jalur air diperlukan untuk meningkatkan mobilitas penduduk dan pergerakan barang. Pembangunan prasarana diperlukan untuk meningkatkan daya tarik dan daya saing wilayah. Mengenali kebutuhan pergerakan yang sebenarnya perlu dilakukan dalam merencanakan pembangunan transportasi.Umumnya usaha yang sama cenderung beraglomerasi dan membentuk kelompok usaha dengan karakter yang sama serta tipe tenaga kerja yang sama. Produk dan jasa yang dihasilkan juga satu tipe. Sumber daya alam dan industri pertanian biasanya berada di tahap awal pembangunan wilayah dan menciptakan kesempatan yang potensial untuk perkembangan wilayah. Pengelompokan usaha (aglomerasi) berarti semua industri yang saling berkaitan saling membagi hasil produk dan keuntungan. Pengelompokan itu juga menciptakan potensi untuk menciptakan jaringan kerjasama yang dapat membangun kegiatan pemasaran bersama dan untuk menarik kegiatan lainnya yang berkaitan ke depan atau ke belakang. Pertumbuhan ekonomi yang sehat sangat penting jika suatu wilayah ingin bersaing di pasar lokal dan nasional. Untuk mencapai tujuan ini, pendekatan kawasan yang terpadu diperlukan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi. Prioritas utama adalah mengidentifikasi kawasan-kawasan yang menunjukkan tanda-tanda aglomerasi dengan seluruh kegiatan dan institusi yang membentuknya. Kemungkinan kawasan ini menjadi pusat usaha dan perdagangan tergantung pada jaringan transportasi yang baik, prasarana yang lengkap, tempat kerja yang mudah dicapai, dukungan modal, dan kesempatan pelatihan/pendidikan.
II. Manajemen Pembangunan Daerah Yang Pro-Bisnis
Pemerintah daerah dan pengusaha adalah dua kelompok yang paling berpengaruh dalam menentukan corak pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah daerah, mempunyai kelebihan dalam satu hal, dan tentu saja keterbatasan dalam hal lain, demikian juga pengusaha. Sinergi antara keduanya untuk merencanakan bagaimana ekonomi daerah akan diarahkan perlu menjadi pemahaman bersama. Pemerintah daerah mempunyai kesempatan membuat berbagai peraturan, menyediakan berbagai sarana dan peluang, serta membentuk wawasan orang banyak. Tetapi pemerintah daerah tidak mengetahui banyak bagaimana proses kegiatan ekonomi sebenarnya berlangsung. Pengusaha mempunyai kemampuan mengenali kebutuhan orang banyak dan dengan berbagai insiatifnya, memenuhi kebutuhan itu. Aktivitas memenuhi kebutuhan itu membuat roda perekonomian berputar, menghasilkan gaji dan upah bagi pekerja dan pajak bagi pemerintah. Dengan pajak, pemerintah daerah berkesempatan membentuk kondisi agar perekonomian daerah berkembang lebih lanjut. Pemerintah daerah dalam mempertahankan keberlanjutan pembangunan ekonomi daerahnya agar membawa dampak yang menguntungkan bagi penduduk daerah perlu memahami bahwa manajemen pembangunan daerah dapat memberikan pengaruh yang baik guna mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang diharapkan. Bila kebijakan manajemen pembangunan tidak tepat sasaran maka akan mengakibatkan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi. Maka manajemen pembangunan daerah mempunyai potensi untuk meningkatkan pembangunan ekonomi serta menciptakan peluang bisnis yang menguntungkan dalam mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah.
3.Paradigma Baru Teori Pembangunan Daerah
Pada dekade 1960-an dan 1970-an studi pembangunan ekonomi masih didominasi oleh dependencia theory. Pemikiran ini dilandasi oleh kondisi ekonomi dan sosial negara-negara yang masih terbelakang (underdeveloped countries) yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yaitu negara-negara imperalis. Penetrasi MNCs terhadap perekonomian negara-negara sedang berkembang, khususnya pada sektor-sektor potensial menyebabkan apa yang disebut dengan pembangunan tidak merata (maldevelopment), akibatnya kebijakan pemerintah domestik sangat ketat terhadap pertumbuhan investasi asing langsung. Pada beberapa kasus, kebijakan tersebut menyebabkan nasionalisasi modal asing. Independency theory berkembang sebagai respon terhadap kelemahan didalam dependencia theory. Kemajuan perekonomian di negara berkembang akan lebih baik melalui industrialisasi yang juga menciptakan keputusan bersama bagi perekonomian global. Pergeseran paradigma pembangunan kedua adalah adanya privatisasi pada beberapa negara. Pada intinya, pergeseran yang terjadi adalah peranan pemerintah semakin berkurang dalam perekonomian dan selanjutnya perekonomian dikembalikan mekanisme pasar. Peranan swasta melalui MNCs lebih penting dalam menjalankan roda perekonomian, meskipun campur tangan pemerintah masih diperlukan dalam beberapa hal. Kerjasama antara pemerintah dan swasta menjadi lebih baik, sebab pada dasarnya investasi asing langsung tidak hanya menghasilkan modal, tetapi juga teknologi, kemampuan manajemen, pengetahuan pemasaran dan jalur ekspor. Pergeseran paradigma pembangunan disebabkan pula oleh demonstration effect dari keberhasilan strategi pembangunan negara industri baru Asia (NICs). Peningkatan investasi asing langsung oleh NICs meningkat pada dua dekade terakhir, khususnya pada strategi industri yang berorientasi ekspor.
4.Perencanaan Pembangunan Daerah
a) Pola dasar pembangunan daerah
Pola dasar pembangunan daerah analog dengan pola dasar yang tercantum dalam GBHN pada tingkat nasional, berisi garis-garis besar kebijaksanaan atau strategi dasar pembangunan daerah, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Hal itu tercermin didalampola umu pembangunan daerah jangka panjang dan pola umum repelita daerah. Pola dasar pembangunan daerah disetujui oleh DPRD. Pemerintah daerah atas nama Gubernur Kepala Daerah merupakan pelaksana keputusan yang sudah disetujui oleh DPRD berupa peratura daerah dan disahkan oleh menteri dalam negeri.
b) Repelita Daerah
Repelita daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari pola dasar pembangunan daerah yang dinyatakan berlaku dengan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah.
c) Rencana tahunan dan anggaran pendapatan pendapatan dan belanja daerah (APBD)
Rencana tahunan merupakan pedoman penyusunan APBD sedangkan APBD merupakan tindakan pelaksanaan Repelita daerah, karena itu harus terlihat jelas kaitan atau hubungan antara anggaran dan repelita, seperti juga halnya hubungan antara GBHN atau pola dasar dengan repelita atau repelita daerah. Setiap pengeluaran harus jelas merupakan pelaksanaan suatu proyek yang harus juga jelas hubungan nya dengan suatu program itu sendiri harus jelas dengan Repelita.
5. Tahap-tahap perencanaan pembangunan daerah
Majelis permusyawaratan rakyat (MPR) menentukan garis-garis besar haluan negara(GBHN). GBHN harus dilaksanakan oleh presiden sebagai mandataris MPR. Untuk merealisasikan dan melaksanakan tugas ini, presiden bertugas untuk menyusun rencana pembangunan lima tahun (REPELITA) melalui BAPPENAS.
Untuk merumuskan Repelita dilakukan sebagai berikut :
a) Menghimpun semua rencana dri departemen dan lembaga lainnya untuk ditolak, dicek dan kemudian disinkronkan.
b) Menghimpun haluan dasar pembangunan dari semua propinsi untuk diteliti, dicek dan kemudian disinkronkan.
c) Mengumpulkan pendapat-pendapat, saran-saran dari kelompo social dan masyarakat, termasuk perguruan tinggi mengenai rencana atau konsep rencana nasional (REPELITA).
Sebelum menyusun dan merumuskan Repelita, setiap unit operasi(dinas atau jawatan) baik vertical maupun horizontal didalam setiappropinsi harus membuat rancangan sementara rencana pembangunan, disamping program-program rutin bagi tingkat yang lebih tinggi. Badan perencana dari organisasi tesebut menerima dan mempelajari rencana usulan. Kemudian rencana tersebut dirumuskan dan disinkronisasikan berbentuk sebagai rencana departemen. Disamping itu BAPPEDA merumuskan kebijaksanaan dasar pada tingkat propinsi dengan usulan dari unit-unit operasional secara berturutan dalam propinsi yang bersangkutan. Kebijaksanaan dasar propinsi disampaikan kepada BAPPENAS melalui departemen dalam negeri. Setelah perumusan Repelita nasional dilaksanakan yang didasarkan pada rencana-rencana departemen dan kebijaksanaan dasar propinsi , BAPPENAS menyampaiknnya kepada presiden untuk dinyatakan sebagai peraturan perundang-undangan. Sesudah rencana nasional itu dinyatakan sebagai berlaku untuk seluruh Indonesia dalam periode 5 tahun. Presiden bersama-sama dengan kabinet setiap tahun menentukan rencana anggaran pendapatan dan belanja negara untuk melaksanakan REPELITA dari tahun ke tahun. Rencana anggaran ini disampaikan kepada DPR kira-kira 4 bulan sebelum anggaran tersebut berlaku secara efektif.
6. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah
Peranan pemerintah daerah sangat penting dalam kegiatan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Peranan yang diberikan selain dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana fisik maupun subsidi langsung, yang juga tidak kalah pentingnya adalah pemerintah daerah juga harus memberikan bimbingan teknis dan non teknis secara terus menerus kepada masyarakat yang sifatnya mendorong dan memberdayakan masyarakat agar mereka dapat merencanakan, membangun, dan mengelola sendiri prasarana dan sarana untuk mendukung upaya percepatan pembangunan di daerah tertinggal serta melaksanakan secara mandiri kegiatan pendukung lainnya. Dalam upaya mengoptimalkan perannya, pemerintah daerah juga perlu mendorong partisipasi pihak lain yang berkompeten dalam upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal, seperti pihak swasta dan lembaga swadaya masyarakat. Daerah juga perlu mendorong terjadinya koordinasi dan kerjasama antar wilayah yang melibatkan dua atau lebih wilayah yang berbeda. Penting juga diperhatikan adalah kesiapan pemerintah daerah dalam menyediakan data dan informasi yang mudah diakses oleh masyarakat serta berperan sebagai mitra konsultasi dalam proses percepatan pembangunan daerah tertinggal.
Ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap awal, sebagai usaha menuju efektivitas fungsi dan peran pemerintah darah dalam segi kelembagaan pembangunan daerah.
Pertama, pemetaan dan tipologi "daerah masing-masing" berdasar kriteria yang relevan dengan Kementrian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT). Pemetaan tipologi ini akan merupakan basis data kerja baik bagi pemerintah daerah sendiri maupun bagi lembaga-lembaga yang terkait. Hal ini tidak perlu dimulai dari nihil, namun dapat memanfaatkan data dan informasi yang telah ada, seperti yang telah dikumpulkan Biro Pusat Statistik dalam beberapa tahun, tentu setelah dilakukan evaluasi sesuai dengan kondisi terakhir daerah. Kedua, perlu dirumuskan konsep (model) umum pengembangan daerah secara bervariasi sesuai karakteristik geografis, budaya, dan sosial-ekonomi daerah. Konsep itu pada dasarnya harus merupakan pembangunan lokal (local development) yang amat menghargai dan memberi tempat bagi inisiatif-inisiatif lokal, dan harus dapat menjelaskan apa peran dan fungsi pelaku (stakeholders). Pada giliran penerapan, konsep ini akan mengalami modifikasi lebih spesifik sesuai kondisi masing-masing daerah. Satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa cara pembangunan model proyek pemerintah pusat yang bersifat top-down, seperti dilakukan pada masa Orde Baru, tidak akan membawa hasil efektif. Ketiga, mulai segera melakukan koordinasi dan lobi dengan pelaku potensial percepatan pembangunan daerah tertinggal, termasuk departemen sektoral, dunia usaha, dan lembaga donor dengan mensosialisasikan konsep (gagasan) pembangunan daerah, terutama dari segi kelembagaan seperti dijelaskan butir dua. Forum-forum komunikasi mungkin dapat merupakan cara yang efektif untuk tujuan ini.
Keempat, mengupayakan program percontohan penerapan konsep (gagasan) yang dikemukakan pada butir dua terhadap daerah yang dipandang strategis dan tepat sebagai suatu contoh. Meski hal ini tidak selalu merupakan jaminan suksesnya suatu replika, kasus yang berhasil (best practice) dapat merupakan contoh untuk diterapkan dan dipelajari bagi daerah lainnya. Lebih dari itu contoh seperti ini dapat merupakan wujud "keberhasilan" nyata gagasan (konsep) yang ditawarkan, dan dapat menumbuhkan "kepercayaan" (trust) bagi pihak terkait dan berkepentingan (stakeholders) di daerah tertinggal.
BAB 12
HUTANG LUAR NEGERI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA
1. Modal Asing dalam Pembangunan
Adapun modal asing dalam Undang-undang ini tidak hanya berbentuk valuta asing, tetapi meliputi pula alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, penemuan-penemuan milik orang/badan asing yang dipergunakan dalam perusahaan di Indonesia dan keuntungan yang boleh ditransfer ke luar negeri tetapi dipergunakan kembali di Indonesia.
2. Motivasi Negara Donor
Bentuk dari syarat-syarat bantuan yang diberikan kepada suatu negara berkembang tergantung pada banyak faktor, dari faktor ekonomi maupun politik seperti tingkat pendapatan per kapita, tingkat pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, tingkat perkembangan perdagangan luar negeri dari negara yang menerima bantuan, hubungan atau ikatan politik di antara negara pemberi dan penerima bantuan, jenis bantuan yang diberikan, dan motif-motif dari negara donor dalam memberikan bantuan.
3. Sumber-sumber Pembiayaan Pembangunan Indonesia
Negara-negara yang sedang berkembang mampu membiayai rasio investasi-GDP mereka yang tinggi dengan cara mengintensifikasi usaha-usaha mobilisasi tabungan dari berbagai sumber, baik tabungan domestik maupun tabungan asing/luar negeri, tabungan pemerintah atau tabungan swasta/masyarakat.
4. Struktur Pembiayaan Pembangunan
Defisit transaksi berjalan yang terjadi selama periode penelitian, merupakan kondisi yang mendorong rentannya perekonomian nasional dari pengaruh eksternal. Kondisi ini dapat diatasi dengan meningkatkan arus modal masuk (capital inflow) dalam bentuk Penanaman Modal Asing, hutang luar negeri atau melalui peningkatan ekspor. Setiap bentuk capital inflow tersebut memiliki berbagai konsekuensi baik positif maupun negatif, baik dari segi makro maupun mikro. Ketergantungan terhadap surplus neraca modal untuk menutup defisit transaksi berjalan menimbulkan konsekuensi berupa kewajiban pembayaran debt service yaitu pembayaran cicilan dan bunga, sehingga akan menyebabkan pengurangan cadangan devisa. Penambahan hutang baru apabila tidak menimbulkan multiplier effect yang lebih besar, maka akan menyebabkan beban debt service tahun berikutnya juga akan semakin meningkat. Kondisi ini merupakan permasalahan yang urgent bagi kepentingan perekonomian nasional.
Peningkatan dalam pemupukan sumber-sumber pembiayaan serta pengelolaannya, baik oleh pemerintah maupun sektor swasta, diperlukan guna mencapai tujuan strategis pembangunan yaitu perluasan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi . Pembiayaan investasi bagi pembangunan berasal dari empat sumber, yaitu tabungan domestik (pemerintah dan masyarakat), bantuan luar negeri, ekspor, dan investasi asing. Tabungan domestik bersama-sama bantuan luar negeri diperlukan dalam pembiayaan investasi. Saving-investment gap masih menjadi kendala dalam pembangunan nasional, ditutup dengan masuknya modal asing ke sektor pemerintah dan swasta. Peranan ekspor dalam struktur pembiayaan pembangunan, khususnya dalam sistem ekonomi terbuka. Ekspor dari host country merupakan substitusi investasi asing, hal ini tercermin dalam hubungan timbal balik antara dua variabel tersebut. Investasi asing langsung oleh sebagian ekonom dipandang lebih baik daripada bentuk modal asing lainnya, sebab pinjaman luar negeri apabila tidak mampu memberikan multiplier effect, maka akan menimbulkan beban yang semakin besar dalam anggaran pembangunan. Pertumbuhan keuangan di kawasan Asia yang semakin membaik, menyebabkan permintaan akan modal swasta semakin meningkat. Selain itu, ketergantungan pada pinjaman asing semakin berkurangnya dan beralih pada jenis pembiayaan pembangunan yang lebih fleksibel, sehingga mendorong perkembangan sistem perbankan dan pasar modal di kawasan Asia. Dana yang bersumber dari luar negeri selama ini didominasi oleh Foreign Direct Investment (FDI), investasi portofolio serta pinjaman luar negeri. Ketiga jenis sumber luar negeri ini selama periode 1990-1996 berdasarkan laporan Bank Dunia dalam (Global Development Finance, 1997) menyebutkan bahwa terjadi pergeseran yang signifikan dimana peranan dana bantuan atau pinjaman luar negeri semakin melemah dan cenderung stagnan, sementara peranan arus dana swasta semakin meningkat dengan fluktuasi yang semakin membaik.
(Strout, 1973 : 45) mengemukakan bahwa dana luar negeri sangat diperlukan, sebab untuk mengejar tingkat pertumbuhan ekonomi yang layak dan selaras dengan percepatan pertumbuhan penduduk, pengerahan sumber-sumber dari dalam negeri saja masih belum cukup. Disinilah masuknya modal asing secara bersyarat dan selektif dalam kerangka strategi pembangunan Indonesia. Modal asing untuk sementara mengatasi kekurangan-kekurangan diantaranya human skill, teknologi, tabungan masyarakat serta devisa. Dengan mengatasi kekurangan-kekurangan itu, maka untuk mengejar pertumbuhan GNP akan lebih dimungkinkan dibandingkan dengan hanya mengandalkan sember pembiayaan dalam negeri, sehingga dapat diartikan salah satu tujuan pembangunan akan berhasil apabila secara gradual sumber-sumber pembiayaan luar negeri dapat digantikan oleh sumber-sumber dalam negeri. Aliran modal luar negeri memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara sedang berkembang (NSB), khususnya pada tahap-tahap awal pembangunan. Investasi asing langsung mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan pembentukan modal, dengan asumsi bahwa setiap dolar dalam aliran modal dapat memperbesar pembentukan modal dan tidak mempengaruhi investasi. Terdapat tiga hal pokok yang mendasari kecenderungan kebijakan untuk memperbesar porsi pembiayaan alternatif dan mengurangi porsi hutang luar negeri : pertama, adanya porsi defisit transaksi berjalan dalam neraca pembayaran yang telah berlangsung terus menerus. Posri defisit tetap terjadi meskipun pembayaran bunga utang luar negeri tidak diperhitungkan. Cicilan hutang luar negeri sepenuhnya ditutup dengan mengandalkan hutang baru dan cadangan devisa nasional, akibatnya kebijakan devaluasi selalu gagal karena adanya pentrasi impor, sehingga permintaan impor sangat elastis walaupun biaya impor menjadi mahal. Kedua, adanya posisi netto yang negatif dalam aliran masuk sumber-sumber keuangan internasional di sektor pemerintah. Hal ini disebabkan oleh besarnya nilai pembayaran kewajiban yang berkaitan dengan utang luar negeri dibandingkan dengan nilai baru, sehingga sektor pemerintah harus melaksanakan transfer netto ke pihak kreditor di luar negeri. Ketiga, adanya pelarian modal ke luar negeri yang cenderung meningkat, sehingga harus dibiayai dengan penarikan utang luar negeri yang berakibat pada ketimpangan neraca modal. Sehingga yang menjadi ancaman bukan besar kecilnya nilai investasi, tetapi kemampuan manajemen arus investasi asing dan mengandalkan arus investasi asing dalam memperbaiki neraca pembayaran nasional.
BAB 13
PERTUMBUHAN EKONOMI DALAM KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
1. Peranan lingkungan dalam perekonomian
Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan,sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan,informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan sektor dan daerah.
Lingkungan memegang peranan penting dalam perekonomian, lingkungan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi ini sebenarnya merupakan satu jalur untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang lebih maju maupun taraf hidup yang lebih bermutu. Dengan kata lain pembangunan industri merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahteraan rakyat bukan nerupakan kegiatan yang mandiri hanya untuk mencapai fisik saja. Industrialisasi juga tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan mutu SDM dan kemampuannya memanfaatkan secara optimal sumber alam dan sumber daya lainnya. Hal ini berarti pula sebagai suatu usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja manusia disertai usaha untuk meluaskan ruang lingkup kegiatan manusia.
2. Industrialisasi dan Pembangunan berkelanjutan
Industri mempunyai peranan sebagai sektor pemimpin ( leading sector ). Leading sector ini maksudnya adalah dengan adanya pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya seperti sector pertanian dan sektor jasa misalnya pertumbuhan industri yang pesat akan merangsang pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan-bahan baku bagi industri. Sektor jasa pun berkembang dengan adanya industrialisasi tersebut, misalnya berdirinya lembaga-lembaga keuangan, lembaga-lembaga pemasaran/periklanan dan sebagainya, yang kesemuanya itu nati akan mendukung lajunya pertumbuhan industri. Dari uraian diatas bisa ditelaah peranan industry dalam perkembangan structural pada suatu perekonomian. Tolak ukurnya yang terpenting antara lain: sumbangan sektor industry (manufacturing) terhadap PDB,jumlah tenaga kerja yang terserap disektor industry, dan sumbangan komoditi industry terhadap barang dan jasa. Sumbangan kegiatan industry terhadap PDB di indonesia menyumbang 8,4 persen terhadap PDB dan pada tahun 1980 meningkat menjadi 15,3 persen dan pada tahun 1985 diperkirakan lebih sedikit dari itu. Keadaan ini menunjukkan bahwa pada Pelita I Indonesia masih termasuk kategori negara non-industri (non industial country), maka pada Pelita V ini telah termasuk dalam kategori negara yang berada dalam proses industrialisasi (industrializing country).
3. Industri dan eksternalitas dalam Pembangunan Berkelanjutan
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan, sektor Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup perlu memperhatikan penjabaran lebih lanjut mandat yang terkandung dari Program Pembangunan Nasional, yaitu pada dasarnya merupakan upaya untuk mendayagunakan sumberdaya alam yang dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal sertapenataan ruang. Hasil KTT Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development - WSSD) di Johannesburg Tahun 2002, Indonesia aktif dalam membahas dan berupaya mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup, maka diputuskan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang dengan bersendikan pada pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan memperkuat satu sama lain. Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Konsep ini mengandung dua unsur :
• Yang pertama adalah kebutuhan, khususnya kebutuhan dasar bagi golongan
masyarakat yang kurang beruntung, yang amat perlu mendapatkan prioritas tinggi dari semua negara.
• Yang kedua adalah keterbatasan. Penguasaan teknologi dan organisasi sosial harus
memperhatikan keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada saat ini dan di masa depan.
Hal ini mengingat visi pembangunan berkelanjutan bertolak dari Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 yaitu terlindunginya segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; tercapainya kesejahteraan umum dan kehidupan bangsa yang cerdas; dan dapat berperannya bangsa Indonesia dalam melaksankan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan demikian, visi pembangunan yang kita anut adalah pembangunan yang dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang. Oleh karena itu fungsi lingkungan hidup perlu terlestarikan.
Kebijakan pembangunan Nasional menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang memadukan ketiga pilar pembangunan yaitu bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Dalam penerapan prinsip Pembangunan Berkelanjutan tersebut pada Pembangunan Nasional memerlukan kesepakatan semua pihak untuk memadukan tiga pilar pembangunan secara proposional. Sejalan dengan itu telah diupayakan penyusunan Kesepakatan Nasional dan Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan melalui serangkaian pertemuan yang diikuti oleh berbagai pihak. Konsep pembangunan berkelanjutan timbul dan berkembang karena timbulnya kesadaran bahwa pembangunan ekonomi dan sosial tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan hidup.
PEMBANGUNAN DAERAH
1. Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yaitu proses yang mencakup pembentukan instiuisi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahan-perusahan baru.
2. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Daerah
Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah pertama-tama perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik daerah itu sendiri, termasuk interaksinya dengan daerah lain. Dengan demikian tidak ada strategi pembangunan ekonomi daerah yang dapat berlaku untuk semua daerah. Namun di pihak lain, dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi daerah, baik jangka pendek maupun jangka panjang, pemahaman mengenai teori pertumbuhan ekonomi wilayah, yang dirangkum dari kajian terhadap pola-pola pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah, merupakan satu faktor yang cukup menentukan kualitas rencana pembangunan ekonomi daerah.
Keinginan kuat dari pemerintah daerah untuk membuat strategi pengembangan ekonomi daerah dapat membuat masyarakat ikut serta membentuk bangun ekonomi daerah yang dicita-citakan. Dengan pembangunan ekonomi daerah yang terencana, pembayar pajak dan penanam modal juga dapat tergerak untuk mengupayakan peningkatan ekonomi. Kebijakan pertanian yang mantap, misalnya, akan membuat pengusaha dapat melihat ada peluang untuk peningkatan produksi pertanian dan perluasan ekspor. Dengan peningkatan efisiensi pola kerja pemerintahan dalam pembangunan, sebagai bagian dari perencanaan pembangunan, pengusaha dapat mengantisipasi bahwa pajak dan retribusi tidak naik, sehingga tersedia lebih banyak modal bagi pembangunan ekonomi daerah pada tahun depan. Pembangunan ekonomi daerah perlu memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang terhadap isu-isu ekonomi daerah yang dihadapi, dan perlu mengkoreksi kebijakan yang keliru. Pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian dari pembangunan daerah secara menyeluruh. Dua prinsip dasar pengembangan ekonomi daerah yang perlu diperhatikan adalah (1) mengenali ekonomi wilayah dan (2) merumuskan manajemen pembangunan daerah yang pro-bisnis.
I. Mengenali Ekonomi Wilayah
Isu-isu utama dalam perkembangan ekonomi daerah yang perlu dikenali adalah antara lain sebagai berikut.
a. Perkembangan Penduduk dan Urbanisasi
Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama pertumbuhan ekonomi, yang mampu menyebabkan suatu wilayah berubah cepat dari desa pertanian menjadi agropolitan dan selanjutnya menjadi kota besar. Pertumbuhan penduduk terjadi akibat proses pertumbuhan alami dan urbanisasi. Petumbuhan alami penduduk menjadi faktor utama yang berpengaruh pada ekonomi wilayah karena menciptakan kebutuhan akan berbagai barang dan jasa. Penduduk yang bertambah membutuhkan pangan. Rumah tangga baru juga membutuhkan rumah baru atau renovasi rumah lama berikut perabotan, alat-alat rumah tangga dan berbagai produk lain. Dari sini kegiatan pertanian dan industri berkembang. Urbanisasi dilakukan oleh orang-orang muda usia yang pergi mencari pekerjaan di industri atau perusahaan yang jauh dari tempat dimana mereka berasal. Perpindahan ke wilayah lain dari desa atau kota kecil telah menjadi tren dari waktu ke waktu akibat pengaruh dari televisi, perusahaan pengerah tenaga kerja, dan berbagai sumber lainnya. Suatu kajian mengindikasikan bahwa pendidikan berkaitan erat dengan perpindahan ini. Secara umum semakin tinggi tingkat pendidikan maka tingkat perpindahan pun semakin tinggi. Hal ini semakin meningkat dengan semakin majunya telekomunikasi, komputer dan aktivitas high tech lainnya yang memudahkan akses keluar wilayah. Urbanisasi orang-orang muda ini dipandang pelakunya sebagai penyaluran kebutuhan ekonomi mereka namun merupakan peristiwa yang kurang menguntungkan bagi wilayah itu bila terjadi dalam jumlah besar. Untuk mengurangi migrasi keluar ini masyarakat perlu untuk mulai melatih angkatan kerja pada tahun-tahun pertama usia kerja dengan memberikan pekerjaan sambilan, selanjutnya merencanakan masa depan mereka sebagai tenaga dewasa yang suatu saat akan membentuk keluarga. Sebagai dorongan bagi mereka untuk tetap tinggal adalah dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang sesuai. Lembaga pendidikan/pelatihan dan dunia usaha perlu menyadari adanya kebutuhan untuk membangun hubungan kerjasama. Pendidikan mencari cara agar mereka cukup berguna bagi pengusaha lokal dan pengusaha lokal mengandalkan pada pendidikan untuk meningkatkan kemampuan tenaga kerja lokal. Jika metode pendidikan yang ada tidak dapat mengatasi tantangan yang dihadapi, maka ada keperluan untuk mendatangkan tenaga ahli dari wilayah lain untuk memberikan pelatihan yang dapat mensuplai tenaga kerja terampil bagi pengusaha lokal.
b. Sektor Pertanian
Di setiap wilayah berpenduduk selalu terjadi kegiatan pembangunan, namun ada beberapa wilayah yang pembangunannya berjalan di tempat atau bahkan berhenti sama sekali, dan wilayah ini kemudian menjadi wilayah kelas kedua dalam kegiatan ekonomi. Hal ini mengakibatkan penanam modal dan pelaku bisnis keluar dari wilayah tersebut karena wilayah itu dianggap sudah tidak layak lagi untuk dijadikan tempat berusaha. Akibatnya laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu menjadi semakin lambat. Upaya pengembangan sektor agribisnis dapat menolong mengembangkan dan mempromosikan agroindustri di wilayah tertinggal. Program kerjasama dengan pemilik lahan atau pihak pengembang untuk mau meminjamkan lahan yang tidak dibangun atau lahan tidur untuk digunakan sebagai lahan pertanian perlu dikembangkan. Dari jumlah lahan pertanian yang tidak produktif ini dapat diciptakan pendapatan dan lapangan kerja bagi penganggur di perdesaan. Program kerjasama mengatasi keterbatasan modal, mengurangi resiko produksi, memungkinkan petani memakai bahan baku impor dan produk yang dihasilkan dapat mampu bersaing dengan barang impor yang sejenis serta mencarikan dan membuka pasaran yang baru. Faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi dapat berasal dari dalam wilayah maupun dari luar wilayah. Globalisasi adalah faktor luar yang dapat menyebabkan merosotnya kegiatan ekonomi di suatu wilayah. Sebagai contoh, karena kebijakan AFTA, maka di pasaran dapat terjadi kelebihan stok produk pertanian akibat impor dalam jumlah besar dari negara ASEAN yang bisa merusak sistem dan harga pasar lokal. Untuk tetap dapat bersaing, target pemasaran yang baru harus segera ditentukan untuk menyalurkan kelebihan hasil produksi pertanian dari petani lokal. Salah satu strategi yang harus dipelajari adalah bagaimana caranya agar petani setempat dapat mengikuti dan melaksanakan proses produksi sampai ke tingkat penyaluran. Namun daripada bersaing dengan produk impor yang masuk dengan harga murah, akan lebih baik jika petani setempat mengolah komoditi yang spesifik wilayah tersebut dan menjadikannya produk yang bernilai jual tinggi untuk kemudian disebarluaskan di pasaran setempat maupun untuk diekspor.
c. Sektor Pariwisata
Pariwisata memberikan dukungan ekonomi yang kuat terhadap suatu wilayah. Industri ini dapat menghasilkan pendapatan besar bagi ekonomi lokal. Kawasan sepanjang pantai yang bersih dapat menjadi daya tarik wilayah, dan kemudian berlanjut dengan menarik turis dan penduduk ke wilayah tersebut. Sebagai salah satu lokasi rekreasi, kawasan pantai dapat merupakan tempat yang lebih komersial dibandingkan kawasan lain, tergantung karakteristiknya. Sebagai sumber alam yang terbatas, hal penting yang harus diperhatikan adalah wilayah pantai haruslah menjadi aset ekonomi untuk suatu wilayah.
Wisata ekologi memfokuskan pada pemanfaatan lingkungan. Kawasan wisata ekologi merupakan wilayah luas dengan habitat yang masih asli yang dapat memberikan landasan bagi terbentuknya wisata ekologi. Hal ini merupakan peluang unik untuk menarik pasar wisata ekologi. Membangun tempat ini dengan berbagai aktivitas seperti berkuda, surfing, berkemah, memancing dll. akan dapat membantu perluasan pariwisata serta mengurangi kesenjangan akibat pengganguran.Wisata budaya merupakan segmen yang berkembang cepat dari industri pariwisata. Karakter dan pesona dari desa/kota kecil adalah faktor utama dalam menarik turis. Namun kegiatan pariwisata bersifat musiman, sehingga banyak pekerjaan bersifat musiman juga, yang dapat menyebabkan tingginya tingkat pengangguran pada waktu-waktu tertentu. Hal ini menyebabkan ekonomi lokal dapat rentan terhadap perputaran siklus ekonomi. Ekonomi wilayah sebaiknya tidak berbasis satu sektor tertentu. Keaneka-ragaman ekonomi diperlukan untuk mempertahankan lapangan pekerjaan dan untuk menstabilkan ekonomi wilayah. Ekonomi yang beragam lebih mampu bertahan terhadap konjungtur ekonomi.
d. Kualitas Lingkungan
Persepsi atas suatu wilayah, apakah memiliki kualitas hidup yang baik, merupakan hal penting bagi dunia usaha untuk melakukan investasi. Investasi pemerintah daerah yang meningkatkan kualitas hidup masyarakat sangat penting untuk mempertahankan daya saing. Jika masyarakat ingin menarik modal dan investasi, maka haruslah siap untuk memberi perhatian terhadap: keanekaragaman, identitas dan sikap bersahabat. Pengenalan terhadap fasilitas untuk mendorong kualitas hidup yang dapat dinikmati oleh penduduk suatu wilayah dan dapat menarik bagi investor luar perlu dilakukan. Kawasan bersejarah adalah pembentuk kualitas lingkungan yang penting. Pelestarian kawasan bersejarah berkaitan dengan berbagai aspek ekonomi lokal seperti keuangan daerah, permukiman, perdagangan kecil, dan pariwisata dengan menciptakan pekerjaan yang dapat signifikan. Kegiatan ini memberikan kontribusi terhadap kualitas hidup, meningkatkan citra masyarakat dan menarik kegiatan ekonomi yang menghasilkan pendapatan bagi penduduk. Pelestarian kawasan bersejarah memberikan perlindungan kepada warisan budaya dan membuat masyarakat memiliki tempat yang menyenangkan untuk hidup. Investor dan developer umumnya menilai kekuatan wilayah melalui kualitas dan karakter dari wilayahnya, salah satunya adalah terpeliharanya kawasan bersejarah. Selain aset alam dan budaya, sarana umum merupakan penarik kegiatan bisnis yang penting. Untuk melihat dan mengukur tingkat kenyamanan hidup pada suatu wilayah dapat dilihat dari ketersediaan sarana umum di wilayah tersebut. Sarana umum merupakan kerangka utama dari pembangunan ekonomi dan sarana umum ini sangat penting bagi aktivitas masyarakat. Sarana umum yang palling dasar adalah jalan, pelabuhan, pembangkit listrik, sistim pengairan, sarana air bersih, penampungan dan pengolahan sampah dan limbah, sarana pendidikan seperti sekolah, taman bermain, ruang terbuka hijau, sarana ibadah, dan masih banyak fasilitas lainnya yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari masyarakat. Kepadatan, pemanfaatan lahan dan jarak merupakan tiga faktor utama dalam pengembangan sarana umum yang efektif. Semakin padat dan rapat penduduk, biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan sarana umum jauh lebih murah jika dilihat daya tampung per unitnya. Pola pembangunan yang padat, kompak dan teratur, berbiaya lebih murah daripada pembangunan yang linier atau terpencar-pencar. Semakin efisien biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan dan pengadaan sarana umum maka akan semakin memperkokoh dan memperkuat pembangunan ekonomi wilayah tersebut. Sarana umum yang baru perlu dibangun sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Idealnya fasilitas sarana umum yang ada harus dapat menampung sesuai dengan kapasitas maksimalnya, sehingga dapat memberikan waktu untuk dapat membangun sarana umum yang baru. Penggunaan lahan dan sarana umum haruslah saling berkaitan satu sama lainnya. Perencana pembangunan seharusnya dapat memprediksikan arah pembangunan yang akan berlangsung sehingga dapat dibuat sarana umum yang baru untuk menunjang kegiatan masyarakat pada wilayah tersebut. Penyediaan sarana dapat juga dilakukan dengan memberikan potongan pajak dan ongkos kompensasi berupa pengelolaan sarana umum kepada sektor swasta yang bersedia membangun fasilitas umum. Wilayah pinggiran biasanya memiliki karakter sebagai wilayah yang tidak direncanakan, berkepadatan rendah dan tergantung sekali keberadaannya pada penggunaan lahan yang ada. Tempat seperti ini akan membuat penyediaan sarana umum menjadi sangat mahal. Dalam suatu wilayah antara kota, desa dan tempat-tempat lainnya harus ada satu kesatuan. Pemerintah daerah perlu mengenali pola pengadaan sarana umum di suatu wilayah yang efektif, baik di wilayah lama maupun di wilayah pinggiran.
e. Keterkaitan Wilayah dan Aglomerasi
Kemampuan wilayah untuk mengefisienkan pergerakan orang, barang dan jasa adalah komponen pembangunan ekonomi yang penting. Suatu wilayah perlu memiliki akses transportasi menuju pasar secara lancar. Jalur jalan yang menghubungkan suatu wilayah dengan kota-kota lebih besar merupakan prasarana utama bagi pengembangan ekonomi wilayah. Pelabuhan laut dan udara berpotensi untuk meningkatkan hubungan transportasi selanjutnya. Pemeliharaan jaringan jalan, perluasan jalur udara, jalur air diperlukan untuk meningkatkan mobilitas penduduk dan pergerakan barang. Pembangunan prasarana diperlukan untuk meningkatkan daya tarik dan daya saing wilayah. Mengenali kebutuhan pergerakan yang sebenarnya perlu dilakukan dalam merencanakan pembangunan transportasi.Umumnya usaha yang sama cenderung beraglomerasi dan membentuk kelompok usaha dengan karakter yang sama serta tipe tenaga kerja yang sama. Produk dan jasa yang dihasilkan juga satu tipe. Sumber daya alam dan industri pertanian biasanya berada di tahap awal pembangunan wilayah dan menciptakan kesempatan yang potensial untuk perkembangan wilayah. Pengelompokan usaha (aglomerasi) berarti semua industri yang saling berkaitan saling membagi hasil produk dan keuntungan. Pengelompokan itu juga menciptakan potensi untuk menciptakan jaringan kerjasama yang dapat membangun kegiatan pemasaran bersama dan untuk menarik kegiatan lainnya yang berkaitan ke depan atau ke belakang. Pertumbuhan ekonomi yang sehat sangat penting jika suatu wilayah ingin bersaing di pasar lokal dan nasional. Untuk mencapai tujuan ini, pendekatan kawasan yang terpadu diperlukan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi. Prioritas utama adalah mengidentifikasi kawasan-kawasan yang menunjukkan tanda-tanda aglomerasi dengan seluruh kegiatan dan institusi yang membentuknya. Kemungkinan kawasan ini menjadi pusat usaha dan perdagangan tergantung pada jaringan transportasi yang baik, prasarana yang lengkap, tempat kerja yang mudah dicapai, dukungan modal, dan kesempatan pelatihan/pendidikan.
II. Manajemen Pembangunan Daerah Yang Pro-Bisnis
Pemerintah daerah dan pengusaha adalah dua kelompok yang paling berpengaruh dalam menentukan corak pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah daerah, mempunyai kelebihan dalam satu hal, dan tentu saja keterbatasan dalam hal lain, demikian juga pengusaha. Sinergi antara keduanya untuk merencanakan bagaimana ekonomi daerah akan diarahkan perlu menjadi pemahaman bersama. Pemerintah daerah mempunyai kesempatan membuat berbagai peraturan, menyediakan berbagai sarana dan peluang, serta membentuk wawasan orang banyak. Tetapi pemerintah daerah tidak mengetahui banyak bagaimana proses kegiatan ekonomi sebenarnya berlangsung. Pengusaha mempunyai kemampuan mengenali kebutuhan orang banyak dan dengan berbagai insiatifnya, memenuhi kebutuhan itu. Aktivitas memenuhi kebutuhan itu membuat roda perekonomian berputar, menghasilkan gaji dan upah bagi pekerja dan pajak bagi pemerintah. Dengan pajak, pemerintah daerah berkesempatan membentuk kondisi agar perekonomian daerah berkembang lebih lanjut. Pemerintah daerah dalam mempertahankan keberlanjutan pembangunan ekonomi daerahnya agar membawa dampak yang menguntungkan bagi penduduk daerah perlu memahami bahwa manajemen pembangunan daerah dapat memberikan pengaruh yang baik guna mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang diharapkan. Bila kebijakan manajemen pembangunan tidak tepat sasaran maka akan mengakibatkan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi. Maka manajemen pembangunan daerah mempunyai potensi untuk meningkatkan pembangunan ekonomi serta menciptakan peluang bisnis yang menguntungkan dalam mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah.
3.Paradigma Baru Teori Pembangunan Daerah
Pada dekade 1960-an dan 1970-an studi pembangunan ekonomi masih didominasi oleh dependencia theory. Pemikiran ini dilandasi oleh kondisi ekonomi dan sosial negara-negara yang masih terbelakang (underdeveloped countries) yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yaitu negara-negara imperalis. Penetrasi MNCs terhadap perekonomian negara-negara sedang berkembang, khususnya pada sektor-sektor potensial menyebabkan apa yang disebut dengan pembangunan tidak merata (maldevelopment), akibatnya kebijakan pemerintah domestik sangat ketat terhadap pertumbuhan investasi asing langsung. Pada beberapa kasus, kebijakan tersebut menyebabkan nasionalisasi modal asing. Independency theory berkembang sebagai respon terhadap kelemahan didalam dependencia theory. Kemajuan perekonomian di negara berkembang akan lebih baik melalui industrialisasi yang juga menciptakan keputusan bersama bagi perekonomian global. Pergeseran paradigma pembangunan kedua adalah adanya privatisasi pada beberapa negara. Pada intinya, pergeseran yang terjadi adalah peranan pemerintah semakin berkurang dalam perekonomian dan selanjutnya perekonomian dikembalikan mekanisme pasar. Peranan swasta melalui MNCs lebih penting dalam menjalankan roda perekonomian, meskipun campur tangan pemerintah masih diperlukan dalam beberapa hal. Kerjasama antara pemerintah dan swasta menjadi lebih baik, sebab pada dasarnya investasi asing langsung tidak hanya menghasilkan modal, tetapi juga teknologi, kemampuan manajemen, pengetahuan pemasaran dan jalur ekspor. Pergeseran paradigma pembangunan disebabkan pula oleh demonstration effect dari keberhasilan strategi pembangunan negara industri baru Asia (NICs). Peningkatan investasi asing langsung oleh NICs meningkat pada dua dekade terakhir, khususnya pada strategi industri yang berorientasi ekspor.
4.Perencanaan Pembangunan Daerah
a) Pola dasar pembangunan daerah
Pola dasar pembangunan daerah analog dengan pola dasar yang tercantum dalam GBHN pada tingkat nasional, berisi garis-garis besar kebijaksanaan atau strategi dasar pembangunan daerah, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Hal itu tercermin didalampola umu pembangunan daerah jangka panjang dan pola umum repelita daerah. Pola dasar pembangunan daerah disetujui oleh DPRD. Pemerintah daerah atas nama Gubernur Kepala Daerah merupakan pelaksana keputusan yang sudah disetujui oleh DPRD berupa peratura daerah dan disahkan oleh menteri dalam negeri.
b) Repelita Daerah
Repelita daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari pola dasar pembangunan daerah yang dinyatakan berlaku dengan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah.
c) Rencana tahunan dan anggaran pendapatan pendapatan dan belanja daerah (APBD)
Rencana tahunan merupakan pedoman penyusunan APBD sedangkan APBD merupakan tindakan pelaksanaan Repelita daerah, karena itu harus terlihat jelas kaitan atau hubungan antara anggaran dan repelita, seperti juga halnya hubungan antara GBHN atau pola dasar dengan repelita atau repelita daerah. Setiap pengeluaran harus jelas merupakan pelaksanaan suatu proyek yang harus juga jelas hubungan nya dengan suatu program itu sendiri harus jelas dengan Repelita.
5. Tahap-tahap perencanaan pembangunan daerah
Majelis permusyawaratan rakyat (MPR) menentukan garis-garis besar haluan negara(GBHN). GBHN harus dilaksanakan oleh presiden sebagai mandataris MPR. Untuk merealisasikan dan melaksanakan tugas ini, presiden bertugas untuk menyusun rencana pembangunan lima tahun (REPELITA) melalui BAPPENAS.
Untuk merumuskan Repelita dilakukan sebagai berikut :
a) Menghimpun semua rencana dri departemen dan lembaga lainnya untuk ditolak, dicek dan kemudian disinkronkan.
b) Menghimpun haluan dasar pembangunan dari semua propinsi untuk diteliti, dicek dan kemudian disinkronkan.
c) Mengumpulkan pendapat-pendapat, saran-saran dari kelompo social dan masyarakat, termasuk perguruan tinggi mengenai rencana atau konsep rencana nasional (REPELITA).
Sebelum menyusun dan merumuskan Repelita, setiap unit operasi(dinas atau jawatan) baik vertical maupun horizontal didalam setiappropinsi harus membuat rancangan sementara rencana pembangunan, disamping program-program rutin bagi tingkat yang lebih tinggi. Badan perencana dari organisasi tesebut menerima dan mempelajari rencana usulan. Kemudian rencana tersebut dirumuskan dan disinkronisasikan berbentuk sebagai rencana departemen. Disamping itu BAPPEDA merumuskan kebijaksanaan dasar pada tingkat propinsi dengan usulan dari unit-unit operasional secara berturutan dalam propinsi yang bersangkutan. Kebijaksanaan dasar propinsi disampaikan kepada BAPPENAS melalui departemen dalam negeri. Setelah perumusan Repelita nasional dilaksanakan yang didasarkan pada rencana-rencana departemen dan kebijaksanaan dasar propinsi , BAPPENAS menyampaiknnya kepada presiden untuk dinyatakan sebagai peraturan perundang-undangan. Sesudah rencana nasional itu dinyatakan sebagai berlaku untuk seluruh Indonesia dalam periode 5 tahun. Presiden bersama-sama dengan kabinet setiap tahun menentukan rencana anggaran pendapatan dan belanja negara untuk melaksanakan REPELITA dari tahun ke tahun. Rencana anggaran ini disampaikan kepada DPR kira-kira 4 bulan sebelum anggaran tersebut berlaku secara efektif.
6. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah
Peranan pemerintah daerah sangat penting dalam kegiatan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Peranan yang diberikan selain dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana fisik maupun subsidi langsung, yang juga tidak kalah pentingnya adalah pemerintah daerah juga harus memberikan bimbingan teknis dan non teknis secara terus menerus kepada masyarakat yang sifatnya mendorong dan memberdayakan masyarakat agar mereka dapat merencanakan, membangun, dan mengelola sendiri prasarana dan sarana untuk mendukung upaya percepatan pembangunan di daerah tertinggal serta melaksanakan secara mandiri kegiatan pendukung lainnya. Dalam upaya mengoptimalkan perannya, pemerintah daerah juga perlu mendorong partisipasi pihak lain yang berkompeten dalam upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal, seperti pihak swasta dan lembaga swadaya masyarakat. Daerah juga perlu mendorong terjadinya koordinasi dan kerjasama antar wilayah yang melibatkan dua atau lebih wilayah yang berbeda. Penting juga diperhatikan adalah kesiapan pemerintah daerah dalam menyediakan data dan informasi yang mudah diakses oleh masyarakat serta berperan sebagai mitra konsultasi dalam proses percepatan pembangunan daerah tertinggal.
Ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap awal, sebagai usaha menuju efektivitas fungsi dan peran pemerintah darah dalam segi kelembagaan pembangunan daerah.
Pertama, pemetaan dan tipologi "daerah masing-masing" berdasar kriteria yang relevan dengan Kementrian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT). Pemetaan tipologi ini akan merupakan basis data kerja baik bagi pemerintah daerah sendiri maupun bagi lembaga-lembaga yang terkait. Hal ini tidak perlu dimulai dari nihil, namun dapat memanfaatkan data dan informasi yang telah ada, seperti yang telah dikumpulkan Biro Pusat Statistik dalam beberapa tahun, tentu setelah dilakukan evaluasi sesuai dengan kondisi terakhir daerah. Kedua, perlu dirumuskan konsep (model) umum pengembangan daerah secara bervariasi sesuai karakteristik geografis, budaya, dan sosial-ekonomi daerah. Konsep itu pada dasarnya harus merupakan pembangunan lokal (local development) yang amat menghargai dan memberi tempat bagi inisiatif-inisiatif lokal, dan harus dapat menjelaskan apa peran dan fungsi pelaku (stakeholders). Pada giliran penerapan, konsep ini akan mengalami modifikasi lebih spesifik sesuai kondisi masing-masing daerah. Satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa cara pembangunan model proyek pemerintah pusat yang bersifat top-down, seperti dilakukan pada masa Orde Baru, tidak akan membawa hasil efektif. Ketiga, mulai segera melakukan koordinasi dan lobi dengan pelaku potensial percepatan pembangunan daerah tertinggal, termasuk departemen sektoral, dunia usaha, dan lembaga donor dengan mensosialisasikan konsep (gagasan) pembangunan daerah, terutama dari segi kelembagaan seperti dijelaskan butir dua. Forum-forum komunikasi mungkin dapat merupakan cara yang efektif untuk tujuan ini.
Keempat, mengupayakan program percontohan penerapan konsep (gagasan) yang dikemukakan pada butir dua terhadap daerah yang dipandang strategis dan tepat sebagai suatu contoh. Meski hal ini tidak selalu merupakan jaminan suksesnya suatu replika, kasus yang berhasil (best practice) dapat merupakan contoh untuk diterapkan dan dipelajari bagi daerah lainnya. Lebih dari itu contoh seperti ini dapat merupakan wujud "keberhasilan" nyata gagasan (konsep) yang ditawarkan, dan dapat menumbuhkan "kepercayaan" (trust) bagi pihak terkait dan berkepentingan (stakeholders) di daerah tertinggal.
BAB 12
HUTANG LUAR NEGERI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA
1. Modal Asing dalam Pembangunan
Adapun modal asing dalam Undang-undang ini tidak hanya berbentuk valuta asing, tetapi meliputi pula alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, penemuan-penemuan milik orang/badan asing yang dipergunakan dalam perusahaan di Indonesia dan keuntungan yang boleh ditransfer ke luar negeri tetapi dipergunakan kembali di Indonesia.
2. Motivasi Negara Donor
Bentuk dari syarat-syarat bantuan yang diberikan kepada suatu negara berkembang tergantung pada banyak faktor, dari faktor ekonomi maupun politik seperti tingkat pendapatan per kapita, tingkat pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, tingkat perkembangan perdagangan luar negeri dari negara yang menerima bantuan, hubungan atau ikatan politik di antara negara pemberi dan penerima bantuan, jenis bantuan yang diberikan, dan motif-motif dari negara donor dalam memberikan bantuan.
3. Sumber-sumber Pembiayaan Pembangunan Indonesia
Negara-negara yang sedang berkembang mampu membiayai rasio investasi-GDP mereka yang tinggi dengan cara mengintensifikasi usaha-usaha mobilisasi tabungan dari berbagai sumber, baik tabungan domestik maupun tabungan asing/luar negeri, tabungan pemerintah atau tabungan swasta/masyarakat.
4. Struktur Pembiayaan Pembangunan
Defisit transaksi berjalan yang terjadi selama periode penelitian, merupakan kondisi yang mendorong rentannya perekonomian nasional dari pengaruh eksternal. Kondisi ini dapat diatasi dengan meningkatkan arus modal masuk (capital inflow) dalam bentuk Penanaman Modal Asing, hutang luar negeri atau melalui peningkatan ekspor. Setiap bentuk capital inflow tersebut memiliki berbagai konsekuensi baik positif maupun negatif, baik dari segi makro maupun mikro. Ketergantungan terhadap surplus neraca modal untuk menutup defisit transaksi berjalan menimbulkan konsekuensi berupa kewajiban pembayaran debt service yaitu pembayaran cicilan dan bunga, sehingga akan menyebabkan pengurangan cadangan devisa. Penambahan hutang baru apabila tidak menimbulkan multiplier effect yang lebih besar, maka akan menyebabkan beban debt service tahun berikutnya juga akan semakin meningkat. Kondisi ini merupakan permasalahan yang urgent bagi kepentingan perekonomian nasional.
Peningkatan dalam pemupukan sumber-sumber pembiayaan serta pengelolaannya, baik oleh pemerintah maupun sektor swasta, diperlukan guna mencapai tujuan strategis pembangunan yaitu perluasan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi . Pembiayaan investasi bagi pembangunan berasal dari empat sumber, yaitu tabungan domestik (pemerintah dan masyarakat), bantuan luar negeri, ekspor, dan investasi asing. Tabungan domestik bersama-sama bantuan luar negeri diperlukan dalam pembiayaan investasi. Saving-investment gap masih menjadi kendala dalam pembangunan nasional, ditutup dengan masuknya modal asing ke sektor pemerintah dan swasta. Peranan ekspor dalam struktur pembiayaan pembangunan, khususnya dalam sistem ekonomi terbuka. Ekspor dari host country merupakan substitusi investasi asing, hal ini tercermin dalam hubungan timbal balik antara dua variabel tersebut. Investasi asing langsung oleh sebagian ekonom dipandang lebih baik daripada bentuk modal asing lainnya, sebab pinjaman luar negeri apabila tidak mampu memberikan multiplier effect, maka akan menimbulkan beban yang semakin besar dalam anggaran pembangunan. Pertumbuhan keuangan di kawasan Asia yang semakin membaik, menyebabkan permintaan akan modal swasta semakin meningkat. Selain itu, ketergantungan pada pinjaman asing semakin berkurangnya dan beralih pada jenis pembiayaan pembangunan yang lebih fleksibel, sehingga mendorong perkembangan sistem perbankan dan pasar modal di kawasan Asia. Dana yang bersumber dari luar negeri selama ini didominasi oleh Foreign Direct Investment (FDI), investasi portofolio serta pinjaman luar negeri. Ketiga jenis sumber luar negeri ini selama periode 1990-1996 berdasarkan laporan Bank Dunia dalam (Global Development Finance, 1997) menyebutkan bahwa terjadi pergeseran yang signifikan dimana peranan dana bantuan atau pinjaman luar negeri semakin melemah dan cenderung stagnan, sementara peranan arus dana swasta semakin meningkat dengan fluktuasi yang semakin membaik.
(Strout, 1973 : 45) mengemukakan bahwa dana luar negeri sangat diperlukan, sebab untuk mengejar tingkat pertumbuhan ekonomi yang layak dan selaras dengan percepatan pertumbuhan penduduk, pengerahan sumber-sumber dari dalam negeri saja masih belum cukup. Disinilah masuknya modal asing secara bersyarat dan selektif dalam kerangka strategi pembangunan Indonesia. Modal asing untuk sementara mengatasi kekurangan-kekurangan diantaranya human skill, teknologi, tabungan masyarakat serta devisa. Dengan mengatasi kekurangan-kekurangan itu, maka untuk mengejar pertumbuhan GNP akan lebih dimungkinkan dibandingkan dengan hanya mengandalkan sember pembiayaan dalam negeri, sehingga dapat diartikan salah satu tujuan pembangunan akan berhasil apabila secara gradual sumber-sumber pembiayaan luar negeri dapat digantikan oleh sumber-sumber dalam negeri. Aliran modal luar negeri memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara sedang berkembang (NSB), khususnya pada tahap-tahap awal pembangunan. Investasi asing langsung mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan pembentukan modal, dengan asumsi bahwa setiap dolar dalam aliran modal dapat memperbesar pembentukan modal dan tidak mempengaruhi investasi. Terdapat tiga hal pokok yang mendasari kecenderungan kebijakan untuk memperbesar porsi pembiayaan alternatif dan mengurangi porsi hutang luar negeri : pertama, adanya porsi defisit transaksi berjalan dalam neraca pembayaran yang telah berlangsung terus menerus. Posri defisit tetap terjadi meskipun pembayaran bunga utang luar negeri tidak diperhitungkan. Cicilan hutang luar negeri sepenuhnya ditutup dengan mengandalkan hutang baru dan cadangan devisa nasional, akibatnya kebijakan devaluasi selalu gagal karena adanya pentrasi impor, sehingga permintaan impor sangat elastis walaupun biaya impor menjadi mahal. Kedua, adanya posisi netto yang negatif dalam aliran masuk sumber-sumber keuangan internasional di sektor pemerintah. Hal ini disebabkan oleh besarnya nilai pembayaran kewajiban yang berkaitan dengan utang luar negeri dibandingkan dengan nilai baru, sehingga sektor pemerintah harus melaksanakan transfer netto ke pihak kreditor di luar negeri. Ketiga, adanya pelarian modal ke luar negeri yang cenderung meningkat, sehingga harus dibiayai dengan penarikan utang luar negeri yang berakibat pada ketimpangan neraca modal. Sehingga yang menjadi ancaman bukan besar kecilnya nilai investasi, tetapi kemampuan manajemen arus investasi asing dan mengandalkan arus investasi asing dalam memperbaiki neraca pembayaran nasional.
BAB 13
PERTUMBUHAN EKONOMI DALAM KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
1. Peranan lingkungan dalam perekonomian
Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan,sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan,informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan sektor dan daerah.
Lingkungan memegang peranan penting dalam perekonomian, lingkungan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi ini sebenarnya merupakan satu jalur untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang lebih maju maupun taraf hidup yang lebih bermutu. Dengan kata lain pembangunan industri merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahteraan rakyat bukan nerupakan kegiatan yang mandiri hanya untuk mencapai fisik saja. Industrialisasi juga tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan mutu SDM dan kemampuannya memanfaatkan secara optimal sumber alam dan sumber daya lainnya. Hal ini berarti pula sebagai suatu usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja manusia disertai usaha untuk meluaskan ruang lingkup kegiatan manusia.
2. Industrialisasi dan Pembangunan berkelanjutan
Industri mempunyai peranan sebagai sektor pemimpin ( leading sector ). Leading sector ini maksudnya adalah dengan adanya pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya seperti sector pertanian dan sektor jasa misalnya pertumbuhan industri yang pesat akan merangsang pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan-bahan baku bagi industri. Sektor jasa pun berkembang dengan adanya industrialisasi tersebut, misalnya berdirinya lembaga-lembaga keuangan, lembaga-lembaga pemasaran/periklanan dan sebagainya, yang kesemuanya itu nati akan mendukung lajunya pertumbuhan industri. Dari uraian diatas bisa ditelaah peranan industry dalam perkembangan structural pada suatu perekonomian. Tolak ukurnya yang terpenting antara lain: sumbangan sektor industry (manufacturing) terhadap PDB,jumlah tenaga kerja yang terserap disektor industry, dan sumbangan komoditi industry terhadap barang dan jasa. Sumbangan kegiatan industry terhadap PDB di indonesia menyumbang 8,4 persen terhadap PDB dan pada tahun 1980 meningkat menjadi 15,3 persen dan pada tahun 1985 diperkirakan lebih sedikit dari itu. Keadaan ini menunjukkan bahwa pada Pelita I Indonesia masih termasuk kategori negara non-industri (non industial country), maka pada Pelita V ini telah termasuk dalam kategori negara yang berada dalam proses industrialisasi (industrializing country).
3. Industri dan eksternalitas dalam Pembangunan Berkelanjutan
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan, sektor Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup perlu memperhatikan penjabaran lebih lanjut mandat yang terkandung dari Program Pembangunan Nasional, yaitu pada dasarnya merupakan upaya untuk mendayagunakan sumberdaya alam yang dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal sertapenataan ruang. Hasil KTT Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development - WSSD) di Johannesburg Tahun 2002, Indonesia aktif dalam membahas dan berupaya mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup, maka diputuskan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang dengan bersendikan pada pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan memperkuat satu sama lain. Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Konsep ini mengandung dua unsur :
• Yang pertama adalah kebutuhan, khususnya kebutuhan dasar bagi golongan
masyarakat yang kurang beruntung, yang amat perlu mendapatkan prioritas tinggi dari semua negara.
• Yang kedua adalah keterbatasan. Penguasaan teknologi dan organisasi sosial harus
memperhatikan keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada saat ini dan di masa depan.
Hal ini mengingat visi pembangunan berkelanjutan bertolak dari Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 yaitu terlindunginya segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; tercapainya kesejahteraan umum dan kehidupan bangsa yang cerdas; dan dapat berperannya bangsa Indonesia dalam melaksankan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan demikian, visi pembangunan yang kita anut adalah pembangunan yang dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang. Oleh karena itu fungsi lingkungan hidup perlu terlestarikan.
Kebijakan pembangunan Nasional menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang memadukan ketiga pilar pembangunan yaitu bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Dalam penerapan prinsip Pembangunan Berkelanjutan tersebut pada Pembangunan Nasional memerlukan kesepakatan semua pihak untuk memadukan tiga pilar pembangunan secara proposional. Sejalan dengan itu telah diupayakan penyusunan Kesepakatan Nasional dan Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan melalui serangkaian pertemuan yang diikuti oleh berbagai pihak. Konsep pembangunan berkelanjutan timbul dan berkembang karena timbulnya kesadaran bahwa pembangunan ekonomi dan sosial tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan hidup.
Senin, 04 Januari 2010
MASALAH KEMISKINAN
DI KOTA PALEMBANG
Tahun 2006 - 2009
NAMA : PERAWATI
KELAS : 2 DD 04
NPM : 30208952
UNIVERSITAS GUNADARMA
2009/2010
Kata Pengantar
Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya, sehingga penulisan makalah Kemiskinan di kota Palembang dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan tugas dari dari mata kuliah Ekonomi Pembangunan, didalamnya membahas kemiskinan di kota Palembang.
Penulis sadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka kepada semua pihak yang berkenan dapat memberi kritik dan saran, maka akan disambut dengan baik dan dengan hati yang terbuka.
Akhir kata terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya makalah ini.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………..i
Daftar Isi…………………………………………………………………...ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang masalah……………………………………….1
B. Rumusan Masalah……………………………………………..2
C. Tujuan Penulisan………………………………………………2
D. Manfaat Penulisan……………………………………………..2
E. Metode Penulisan……………………………………………...2
Bab II Pembahasan
1. Letak geografis kota Palembang…………….………………...3
2. Pengertian Kemiskinan………………………………………..4
3. Faktor penyebab kemiskinan di kota Palembang …………….5
4. Data kondisi ekonomi kota Palembang……………………….5&6
5. Cara untuk menanggulangi kemiskinan di kota Palembang…. 7
Bab III Penutup
A. Kesimpulan……………………………………………………9
B. Saran…………………………………………………………..9
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropah. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mencoba memberikan gambaran mengenai kemiskinan yang terjadi di kota Palembang agar para pembaca mengetahui masalah tentang kemiskinan, penyebab dan penanggulangannya.
B. Rumusan Masalah
Dalam tugas ini, penulis yang membahas mengenai masalah kemiskinan, didapatkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam analisis permasalahan. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
“Bagaimana Menanggulangi kemiskinan di Kota Palembang?.
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui jumlah sebaran maupun karakteristik data penduduk miskin Kota
Palembang.
2. Melakukan telaah terhadap faktor yang menjadi penyebab kemiskinan.
D. Manfaat Penulisan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu :
a. Dapat menambah wawasan bagi penulis.
b. Dapat memberikan gambaran tentang kemiskinan di kota Palembang.
E. Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah referensi juga diperoleh dari media situs web internet yang membahas mengenai permasalahan dan upaya penuntasan kemiskinan di Indonesia.
BAB II
Pembahasan
1. Letak geografis kota Palembang
Secara geografis, Palembang terletak pada 2°59′27.99″LS 104°45′24.24″BT. Luas wilayah Kota Palembang adalah 102,47 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan laut. Letak Palembang cukup strategis karena dilalui oleh jalan Lintas Sumatera yang menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatera. Selain itu di Palembang juga terdapat Sungai Musi, yang dilintasi Jembatan Ampera, yang berfungsi sebagai sarana transportasi dan perdagangan antar wilayah. Batas Wilayah
Sebelah Utara; dengan Desa Pangkalan Benteng, Desa Gasing dan Desa Kenten, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin
Sebelah Selatan; dengan Desa Bakung Kecamatan Inderalaya Kabupaten Ogan Ilir dan Kecamatan Gelumbang Kabupaten Muara Enim
Sebelah Barat; dengan Desa Sukajadi Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin
Sebelah Timur; dengan Balai Makmur Kecamatan Banyuasin I Kabupaten Banyuasin.
Kota Palembang dibagi ke dalam 16 kecamatan dan 107 kelurahan, kecamatan-kecamatan tersebut yaitu:
• Ilir Timur I
• Ilir Timur II
• Ilir Barat I
• Ilir Barat II
• Seberang Ulu I
• Seberang Ulu II
• Sukarame
• Sako
• Bukit Kecil
• Kemuning
• Kertapati
• Plaju
• Gandus
• Kalidoni
• Alang-alang lebar
• Sematang Borang
2. Definisi Kemiskinan
Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak.Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya. Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntunan non-material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.
3. Faktor Penyebab Kemiskinan di kota Palembang
• Individu (Etos kerja rendah, tidak memiliki ketrampilan khusus, pekerjaan tidak tetap, tidak memiliki modal).
• Akses dan kesempatan (sarana & prasarana kurang, tidak ada akses kredit ke bank, lapangan kerja terbatas, keterbatasan mendapat pendidikan lebih lanjut).
• Kebijakan pemerintah dan stakeholder (kurang dilibatakan dalam pengambilan keputusan, program orientasi proyek dan kurang mendapat perhatian)
• Alamiah (kekerasan dalam keluarga, lansia & resiko bencara; banjir, kebakaran)
• Pengetahuan teknologi dasar kurang, non kompetitif.
4. Data Kondisi Ekonomi Kota Palembang Tahun 2006A
LEMBANG 2006
INCOME PER KAPITA
Dengan Migas Rp. 17.713.279
Tanpa Migas Rp. 12.184.548
Nasional Rp. 9.220.865
(dgn Migas)
PERTUMBUHAN EKONOMI
Dengan Migas 6,96 % (Nasional 4,10%)
Tanpa Migas 8,42 % (Nasional 4,60%)
PDRB
Dengan Migas Rp 29,589 triliun
Tanpa Migas Rp. 20,354 triliun
Propinsi Rp. 61,12 triliun
(dengan migas)
PENGANGGURAN
82.195 Jiwa
(14,69%)
Propinsi 9,97 %
PENDUDUK MISKIN
465.348Jiwa
(34,76 %)
Propinsi 21,54 %
Sumber: DATA BPS
Palembang, 2007
SEBARAN RUMAH TANGGA MISKIN
Kecamatan Jumlah RTM 2006 Jumlah RTM 2007 Perubahan (%)
IB I 5.683 5.808 2,20
IB II 5.520 5.323 -3,57
IT I 3.894 3.608 -1,41
IT II 9.831 8.175 -16,84
SU I 17.049 13.071 -23,33
SU II 8.278 7.227 -12,70
Sako 5.445 2.669 -50,98
Sematang Borang * 2483 *
Sukarami 8.433 4.506 -46,57
Alang-alang lebar * 2.682 *
Gandus 5.402 5.337 1,27
Kertapati 10.859 11.103 2,25
Plaju 5.821 7.893 35,60
Bukit Kecil 2.485 3.528 41,97
Kemuning 4.969 3.645 -26,65
Kalidoni 5.737 6.888 20,06
Jumlah 99.406 93.946 -5,49
Hasil pendataan yang dilakukan Badan Pusat Statistikk (BPS) Kota Palembang terhadap warga miskin yang da di Kota Palembang hingga bulan Maret 2009, mengalami penurunan. "Untuk jumlah pastinya, kita lagi melakukan perhitungan dari hasil pendataan petugas di lapangan. Tapi hasil sementara tercatat jumlah warga miskin menurun," ujar H Tarjono, kepala BPS Kota Palembang kemarin dalam Forum Group Diskusi Pendataan Masyarakat Miskin se-Kota Palembang di Aula SMK Negeri 6 Palembang.
Sementara itu, untuk dapat dikatakan miskin, seseorang tersebut harus memiliki 14 kriteria, yaitu, luas bangunan, jenis lantai, jenis dinding, ketersediaan fasilitas air bersih, sumber air minum, sumber penerangan, jenis bahan bakar untuk memasak, frekuensi membeli daging, ayam dan susu dalam seminggu, frekuensi makan sehari, jumlah stel pakaian yang dibeli dalam setahun, akses ke puskesmas atau poliklinik, lapangan pekerjaan, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga, dan kepemilikan aset.
"Dan seseorang tersebut daapt dikatakan miskin, bial smeua unsur tersebut dipenuhi, atau pendapatan perbulan utnuk empat kepala hanya mencapai Rp 600 ribu dapat dikatakan miskin. Atau pengeluaran perkapita, kurang dari Rp 245 ribu itu baru bisa dikatakan miskin," jelasnya didampingi sekretaris Dinas Kesehatan Kota Palembang dr Hj Letizia MKes.
Sebagai perbandingan, untuk juli 2007 jumlah masyarakat yang miskin mencapai 8 persen dari total jumlah penduduk Palembang. Sementara juli 2008 jumlah penduduk miskin mencapai 16 persen dari jumlah penduduk Kota Palembang atau meningkat 200 persen..
5. Cara untuk menanggulangi kemiskinan di kota Palembang yaitu :
1. Peningkatan pemberdayaan SDM keluarga miskin.
2. Peningkatan kualitas SDM melalui sector pendidikan, kesehatan.
3. Peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan dana pembangunan
4..Pengelolaan SDA dilakukan secara cermat, keseimbangan fungsi ekologi dan ekonomi.
5. Pembangunan sektor infrastruktur.
6. Penguasaan teknologi dasar.
7. Peningkatan penguasaan akses informasi.
8. Peningkatan penguasaan akses permodalan
9. Peningkatan penguasaan pasar tradisionil.
10. Peningkatan pola manajemen.
11. Pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana untuk kegiatan usaha.
12. Pemberdayaan lembaga-lembaga sosial.
13. Penanganan terintegrasi oleh berbagai stake holder.
14. Kebijakan pengembangan bidang pendidikan prasarana untuk kegiatan usaha.
BAB III
Penutup
1. Kesimpulan
1. Rumah tangga miskin di Kota Palembang pada tahun 2007 berdasarnya analisis survey terhadap rumah tangga miskin sebesar 93.946 terjadi penurunan sebesar 5,49 % dari 99.964 rumah tangga miskin.
2. Sebaran rumah tangga miskin secara merata tersebar di 16 kecamatan dan 107 kelurahan rata-rata 5.872 rumah tangga miskin.
3. Kemiskinan yang tersebar di Kota Palembang secara garis besar disebabkan oleh faktor individu rumah tangga, factor akses dan kesempatan, faktor kebijakan pemerintah, factor alamiah dan lainnya.
2. Saran
Dalam menghadapi kemiskinan kita harus membuat usaha yang lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif, kita juga harus membekali diri dengan meningkatkan kualitas dalam pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah standar global.
DI KOTA PALEMBANG
Tahun 2006 - 2009
NAMA : PERAWATI
KELAS : 2 DD 04
NPM : 30208952
UNIVERSITAS GUNADARMA
2009/2010
Kata Pengantar
Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya, sehingga penulisan makalah Kemiskinan di kota Palembang dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan tugas dari dari mata kuliah Ekonomi Pembangunan, didalamnya membahas kemiskinan di kota Palembang.
Penulis sadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka kepada semua pihak yang berkenan dapat memberi kritik dan saran, maka akan disambut dengan baik dan dengan hati yang terbuka.
Akhir kata terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya makalah ini.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………..i
Daftar Isi…………………………………………………………………...ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang masalah……………………………………….1
B. Rumusan Masalah……………………………………………..2
C. Tujuan Penulisan………………………………………………2
D. Manfaat Penulisan……………………………………………..2
E. Metode Penulisan……………………………………………...2
Bab II Pembahasan
1. Letak geografis kota Palembang…………….………………...3
2. Pengertian Kemiskinan………………………………………..4
3. Faktor penyebab kemiskinan di kota Palembang …………….5
4. Data kondisi ekonomi kota Palembang……………………….5&6
5. Cara untuk menanggulangi kemiskinan di kota Palembang…. 7
Bab III Penutup
A. Kesimpulan……………………………………………………9
B. Saran…………………………………………………………..9
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropah. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mencoba memberikan gambaran mengenai kemiskinan yang terjadi di kota Palembang agar para pembaca mengetahui masalah tentang kemiskinan, penyebab dan penanggulangannya.
B. Rumusan Masalah
Dalam tugas ini, penulis yang membahas mengenai masalah kemiskinan, didapatkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam analisis permasalahan. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
“Bagaimana Menanggulangi kemiskinan di Kota Palembang?.
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui jumlah sebaran maupun karakteristik data penduduk miskin Kota
Palembang.
2. Melakukan telaah terhadap faktor yang menjadi penyebab kemiskinan.
D. Manfaat Penulisan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu :
a. Dapat menambah wawasan bagi penulis.
b. Dapat memberikan gambaran tentang kemiskinan di kota Palembang.
E. Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah referensi juga diperoleh dari media situs web internet yang membahas mengenai permasalahan dan upaya penuntasan kemiskinan di Indonesia.
BAB II
Pembahasan
1. Letak geografis kota Palembang
Secara geografis, Palembang terletak pada 2°59′27.99″LS 104°45′24.24″BT. Luas wilayah Kota Palembang adalah 102,47 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan laut. Letak Palembang cukup strategis karena dilalui oleh jalan Lintas Sumatera yang menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatera. Selain itu di Palembang juga terdapat Sungai Musi, yang dilintasi Jembatan Ampera, yang berfungsi sebagai sarana transportasi dan perdagangan antar wilayah. Batas Wilayah
Sebelah Utara; dengan Desa Pangkalan Benteng, Desa Gasing dan Desa Kenten, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin
Sebelah Selatan; dengan Desa Bakung Kecamatan Inderalaya Kabupaten Ogan Ilir dan Kecamatan Gelumbang Kabupaten Muara Enim
Sebelah Barat; dengan Desa Sukajadi Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin
Sebelah Timur; dengan Balai Makmur Kecamatan Banyuasin I Kabupaten Banyuasin.
Kota Palembang dibagi ke dalam 16 kecamatan dan 107 kelurahan, kecamatan-kecamatan tersebut yaitu:
• Ilir Timur I
• Ilir Timur II
• Ilir Barat I
• Ilir Barat II
• Seberang Ulu I
• Seberang Ulu II
• Sukarame
• Sako
• Bukit Kecil
• Kemuning
• Kertapati
• Plaju
• Gandus
• Kalidoni
• Alang-alang lebar
• Sematang Borang
2. Definisi Kemiskinan
Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak.Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya. Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntunan non-material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.
3. Faktor Penyebab Kemiskinan di kota Palembang
• Individu (Etos kerja rendah, tidak memiliki ketrampilan khusus, pekerjaan tidak tetap, tidak memiliki modal).
• Akses dan kesempatan (sarana & prasarana kurang, tidak ada akses kredit ke bank, lapangan kerja terbatas, keterbatasan mendapat pendidikan lebih lanjut).
• Kebijakan pemerintah dan stakeholder (kurang dilibatakan dalam pengambilan keputusan, program orientasi proyek dan kurang mendapat perhatian)
• Alamiah (kekerasan dalam keluarga, lansia & resiko bencara; banjir, kebakaran)
• Pengetahuan teknologi dasar kurang, non kompetitif.
4. Data Kondisi Ekonomi Kota Palembang Tahun 2006A
LEMBANG 2006
INCOME PER KAPITA
Dengan Migas Rp. 17.713.279
Tanpa Migas Rp. 12.184.548
Nasional Rp. 9.220.865
(dgn Migas)
PERTUMBUHAN EKONOMI
Dengan Migas 6,96 % (Nasional 4,10%)
Tanpa Migas 8,42 % (Nasional 4,60%)
PDRB
Dengan Migas Rp 29,589 triliun
Tanpa Migas Rp. 20,354 triliun
Propinsi Rp. 61,12 triliun
(dengan migas)
PENGANGGURAN
82.195 Jiwa
(14,69%)
Propinsi 9,97 %
PENDUDUK MISKIN
465.348Jiwa
(34,76 %)
Propinsi 21,54 %
Sumber: DATA BPS
Palembang, 2007
SEBARAN RUMAH TANGGA MISKIN
Kecamatan Jumlah RTM 2006 Jumlah RTM 2007 Perubahan (%)
IB I 5.683 5.808 2,20
IB II 5.520 5.323 -3,57
IT I 3.894 3.608 -1,41
IT II 9.831 8.175 -16,84
SU I 17.049 13.071 -23,33
SU II 8.278 7.227 -12,70
Sako 5.445 2.669 -50,98
Sematang Borang * 2483 *
Sukarami 8.433 4.506 -46,57
Alang-alang lebar * 2.682 *
Gandus 5.402 5.337 1,27
Kertapati 10.859 11.103 2,25
Plaju 5.821 7.893 35,60
Bukit Kecil 2.485 3.528 41,97
Kemuning 4.969 3.645 -26,65
Kalidoni 5.737 6.888 20,06
Jumlah 99.406 93.946 -5,49
Hasil pendataan yang dilakukan Badan Pusat Statistikk (BPS) Kota Palembang terhadap warga miskin yang da di Kota Palembang hingga bulan Maret 2009, mengalami penurunan. "Untuk jumlah pastinya, kita lagi melakukan perhitungan dari hasil pendataan petugas di lapangan. Tapi hasil sementara tercatat jumlah warga miskin menurun," ujar H Tarjono, kepala BPS Kota Palembang kemarin dalam Forum Group Diskusi Pendataan Masyarakat Miskin se-Kota Palembang di Aula SMK Negeri 6 Palembang.
Sementara itu, untuk dapat dikatakan miskin, seseorang tersebut harus memiliki 14 kriteria, yaitu, luas bangunan, jenis lantai, jenis dinding, ketersediaan fasilitas air bersih, sumber air minum, sumber penerangan, jenis bahan bakar untuk memasak, frekuensi membeli daging, ayam dan susu dalam seminggu, frekuensi makan sehari, jumlah stel pakaian yang dibeli dalam setahun, akses ke puskesmas atau poliklinik, lapangan pekerjaan, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga, dan kepemilikan aset.
"Dan seseorang tersebut daapt dikatakan miskin, bial smeua unsur tersebut dipenuhi, atau pendapatan perbulan utnuk empat kepala hanya mencapai Rp 600 ribu dapat dikatakan miskin. Atau pengeluaran perkapita, kurang dari Rp 245 ribu itu baru bisa dikatakan miskin," jelasnya didampingi sekretaris Dinas Kesehatan Kota Palembang dr Hj Letizia MKes.
Sebagai perbandingan, untuk juli 2007 jumlah masyarakat yang miskin mencapai 8 persen dari total jumlah penduduk Palembang. Sementara juli 2008 jumlah penduduk miskin mencapai 16 persen dari jumlah penduduk Kota Palembang atau meningkat 200 persen..
5. Cara untuk menanggulangi kemiskinan di kota Palembang yaitu :
1. Peningkatan pemberdayaan SDM keluarga miskin.
2. Peningkatan kualitas SDM melalui sector pendidikan, kesehatan.
3. Peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan dana pembangunan
4..Pengelolaan SDA dilakukan secara cermat, keseimbangan fungsi ekologi dan ekonomi.
5. Pembangunan sektor infrastruktur.
6. Penguasaan teknologi dasar.
7. Peningkatan penguasaan akses informasi.
8. Peningkatan penguasaan akses permodalan
9. Peningkatan penguasaan pasar tradisionil.
10. Peningkatan pola manajemen.
11. Pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana untuk kegiatan usaha.
12. Pemberdayaan lembaga-lembaga sosial.
13. Penanganan terintegrasi oleh berbagai stake holder.
14. Kebijakan pengembangan bidang pendidikan prasarana untuk kegiatan usaha.
BAB III
Penutup
1. Kesimpulan
1. Rumah tangga miskin di Kota Palembang pada tahun 2007 berdasarnya analisis survey terhadap rumah tangga miskin sebesar 93.946 terjadi penurunan sebesar 5,49 % dari 99.964 rumah tangga miskin.
2. Sebaran rumah tangga miskin secara merata tersebar di 16 kecamatan dan 107 kelurahan rata-rata 5.872 rumah tangga miskin.
3. Kemiskinan yang tersebar di Kota Palembang secara garis besar disebabkan oleh faktor individu rumah tangga, factor akses dan kesempatan, faktor kebijakan pemerintah, factor alamiah dan lainnya.
2. Saran
Dalam menghadapi kemiskinan kita harus membuat usaha yang lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif, kita juga harus membekali diri dengan meningkatkan kualitas dalam pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah standar global.
Langganan:
Postingan (Atom)